Presiden resmi menghapuskan kelas 1 sampai 3 dalam pelayanan BPJS pada Mei, tanggal 8 kemarin. Penghapusan kelas tersebut digantikan oleh layanan ruang inap standar yang menjamin kesetaraan antara semua pengguna BPJS-nya.
Penghapusan terhadap kategori kelas dari layanan jaminan kesehatan pemerintah RI ini digantikan dengan sistem kelas nyaris setara. Aturan khusus dari pemerintah RI terkait kriteria kamar inap bagi setiap pasien dan perawatan terhadap penyakit tertentu.
Saat ini masih masa transisi, artinya berbagai layanan kesehatan yang menerapkan fasilitas rawat inap bisa menerapkannya secara bertahap. Informasi lebih lengkap mengenai pergantian sistem kelas sebelumnya ke KRIS akan kami ulas dalam penjelasan berikut!
Kriteria Ruangan Inap KRIS
Melalui kebijakannya, Presiden mengharapkan tidak ada lagi pengkotak-kotakan dalam pelayanan kesehatan. Semua akan mendapatkan pelayanan sama dengan kriteria ruangan inap berikut:
Jika sebelumnya setiap pasien yang membayar dengan biaya tertentu dijamin memperoleh ruangan berbeda, sekarang tidak lagi. Semua berhak mendapatkan ruangan seperti di atas asalkan kartu BPJS aktif dan iuran berjalan lancar.
Namun, harus dipahami juga bahwasanya berbagai kriteria itu tidak untuk beberapa ruangan lain. Misal, ruangan intensif, ruangan berfasilitas khusus, ruangan untuk penderita kejiwaan, juga ruangan untuk bayi.
Alasan Penerapan KRIS
Menkes Budi menegaskan bahwa ada tujuan baik dari penghapusan klasifikasi atau golongan sebelumnya. Selepas dihapuskan, target pelaksanaan kelas standar harapannya dapat berjalan efektif sampai 2025 dengan alasan berikut:
Kendala Rumah Sakit Mengikuti KRIS
Baru diresmikan aturannya, ada sejumlah rumah sakit yang merasa kesulitan mengikuti regulasi KRIS. Alasan mudahnya adalah belum semua rumah sakit memadai mengikuti regulasi KRIS, salah satunya dari kapasitas empat tempat tidur saja dalam satu ruangan.
Dilansir dari suara.com pada 22 Mei 2024, dua fasilitas yang paling sulit dipenuhi adalah outlet oksigen dan kamar mandi di dalam ruangan. Kesulitan pemenuhan kriteria ruang inap sesuai aturan KRIS semakin terlihat pada rumah sakit tipe C serta D.
Kementerian Kesehatan segera melakukan evaluasi ke lapangan guna menindaklanjuti kebijakan Presiden Jokowi. Berdasarkan hasil evaluasi tersebut diketahui bahwa 81,6 persen rumah sakit memenuhi regulasi utuh dari perubahan kelas BPJS ke KRIS.
Dari 12 kriteria yang sudah disebutkan sebelumnya, sekitar 3,3 persen baru memenuhi 11 kriteria. Sementara sebanyak 10 kriteria baru dipenuhi oleh sebanyak 0,9 persen rumah sakit di Indonesia dan sisanya 1,2 persen hanya memenuhi 9 kriteria.
Fakta menyedihkan bahwa masih ada 13 persen rumah sakit di Indonesia tidak memenuhi semua kriteria sama sekali. Evaluasi yang dilakukan Kemenkes diikuti oleh sebanyak 2.858 dan hanya sekitar 1.053 rumah sakit saja yang lolos semua kriteria.
Kemenkes memberikan solusi bagi berbagai rumah sakit yang belum memadai untuk menerima Dana Alokasi Khusus. Dana tersebut dapat dimanfaatkan untuk menaikkan fasilitas dan layanan kepada pasien sehingga target Kemenkes dalam KRIS bisa terpenuhi.
Sebagai tambahan, kendala rumah sakit dalam memberikan pelayanan prima pada pasien BPJS biasanya karena iuran yang macet. Beberapa pasien hanya membayar BPJS pada saat pasien sakit, sementara saat sehat iurannya cenderung macet.
Presiden Jokowi secara resmi juga mengimbau pemberlakuan KRIS mengganti kelas 1, 2, dan 3 dalam BPJS. Perubahan tersebut sesuai dengan Peraturan Presiden terbaru yang memiliki kesimpulan berikut:
Tiga poin di atas dapat menjawab kebingungan Anda terkait KRIS yang menggantikan BPJS Kesehatan. Tujuan utamanya adalah pemerataan layanan kesehatan tanpa melihat kelas sosial setiap pasien.